Stainless Steel Indonesia: Cina Berlakukan Anti-Dumping, EU Safeguard

Stainless Steel Indonesia

Per 23 Juli 2019 kemarin, pemerintah Cina secara resmi memberlakukan Tarif Bea Masuk Antidumping (BMAD) untuk produk stainless steel asal Indonesia. Alasannya, tentu karena telah ditemukan tindak kecurangan dalam transaksi impor-ekspor antara perusahaan stainless steel Cina dengan anak perusahaannya di Indonesia. Sehingga, harga stainless steel impor asal Indonesia tersebut anjlok dibawah harga pasar. Walhasil, perusahaan-perusahaan lokal di Cina tentu merasa dirugikan dan terancam.

Apa itu Safeguard?

World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia memiliki kesepakatan yang mengatur perihal dumping, subsidies, dan safeguards. Kesepakatan ini kurang lebih berisi ketentuan-ketentuan untuk menentang bentuk-bentuk perdagangan antar negara yang merugikan atau mengancam salah satu negara. Dalam kesepakatan mengatur tiga poin utama, yaitu:

Seperti pada poin terakhir, safeguard merupakan salah satu upaya untuk melindungi industri dalam negeri suatu negara. Pada tahun 1999, kesepakatan mengenai safeguard ini diterapkan pada negara-negara anggota WTO. Dalam kesepakatan tersebut dinyatakan bahwa anggota-anggota WTO dilarang mencari, mengambil, atau mempertahankan pengekangan ekspor secara sukarela, mengatur pemasaran terstruktur, atau tindakan serupa lainnya di sisi ekspor maupun impor.

Perusahaan maupun industri yang terdampak dalam suatu negara berhak mengajukan upaya-upaya perlindungan industripada pemerintah mereka. Apabila keluhan telah diajukan, pihak WTO akan mengatur syarat-syarat untuk pelaksanaan investigasi perlindungan industri oleh otoritas nasional. Hal ini dilakukan untuk menjunjung tinggi transparansi investigasi sehingga publik dapat memahami permasalahan yang diajukan karena menyangkut kepentingan umum. Selain itu, investigasi ini juga berfungsi untuk memfasilitasi pihak-pihak yang berkepentingan untuk memberikan bukti.

Secara prinsip, upaya perlindungan ini tidak bisa secara spesifik ditargetkan pada impor dari negara tertentu. Perjanjian ini justru mendeskripsikan bagaimana kuota komoditas dapat dialokasikan antara negara-negara pemasok, termasuk dalam keadaan yang tidak biasa dimana impor dari negara-negara tertentu meningkat dengan cepat secara tidak proporsional. Upaya perlindungan ini tidak boleh dilaksanakan lebih dari empat tahun—meski dapat diperpanjang hingga delapan tahun—tergantung dari ketentuan otoritas nasional jika memang perpanjang tersebut diperlukan dan ada bukti yang kuat.

Pada saat suatu negara membatasi impor untuk melindungi produsen dalam negerinya, mereka harus memberikan semacam “imbalan”. Jadi, negara-negara pengekspor bisa meminta kompensasi melalui kesepakatan. Namun, jika kesepakatan tidak bisa tercapai, maka negara pengekspor bisa “balas dendam” dengan mengambil tindakan yang setara. Contohnya, negara pengekspor bisa menaikkan tarif eskpor dari negara yang memberlakukan upaya perlindungan industri. Waduh, lucu juga ya! Hahaha. Tentunya dengan tengat waktu yang telah ditentukan, yaitu paling tidak tiga tahun setelah upaya perlindungan industri diterapkan.

Kesepakan ini juga mengatur perihal perlindungan negara-negara berkembang terhadap upaya safeguard ini lho. Negara-negara pengimpor hanya dapat memberlakukan upaya perlindungan industri pada komoditas negara berkembang jika negara berkembang memasok lebih dari 3% dari impor produk tersebut, atau jika negara berkembang memasok kurang dari 3% produk namun bertanggung jawab secara kolektif lebih dari 9% ddari total impor produk yang bersangkutan.

Nah, sudah paham kan soal upaya perlindungan industri yang diberlakukan oleh WTO?

Impor Stainless Steel Indonesia Terdampak Safeguard Uni Eropa

Tercatat 28 Juni 2019, Eurofer sebagai Asosiasi Baja Eropa, mengajukan keluhan upaya perlindungan industri pada produk stainless steel yang berasal dari Indonesia, Taiwan, dan Cina. Dalam hal ini Eurofer bergerak sebagai representatif dari empat produsen baja Uni Eropa yang mewakili keseluruhan produksi lembaran dan gulungan hot-rolled stainless steel. Komisi Eropa menerima pengaduan tersebut sesuai dengan Pasal 5 Pertauran (UE) 2016/1036 Parlemen dan Dewan Eropa 8 Juni 2016 mengenai Perlindungan Terhadap Impor yang Dibuang dari Negara-negara yang Bukan Anggota Uni Eropa. Eurofer menyatakan bahwa impor produk lembaran dan gulungan hot-rolled stainless steel dari Cina, Taiwan, dan Indonesia telah didumping ke negara mereka dan menyebabkan kerugian pada industri dan produsen di Uni Eropa. Waduuuuuhh!

Per tanggal 13 Agustus 2019 kemarin, investigasi terkait upaya perlindungan industri ini dimulai. Produk-produk yang diselidiki adalah hot-rolled stainless steel lembaran (termasuk produk yang dipotong memanjang dan strip) serta gulungan. Eurofer meminta komite investigasi untuk menghitung margin dumping sesuai dengan metode ani-dumping yang baru di Uni Eropa. Dalam metode tersebut menenkankan perlunya pertimbangan distorsi pasar dan harga bahan baku yang terdistorsi di Cina dan Indonesia. Namun dengan tidak adanya data yang dapat diandalkan mengenai harga domestik untuk Indonesia dan Taiwan, tuduhan dumping ini akan didasarkam pada perbandingan nilai normal yang dibangun (meliputi biaya produksi, penjualan, biaya umum dan administrasi, dan laba) dengan harga ekspor (pada level ex-work) dari produk yang diinvestigasi saat dijual untuk ekspor ke Uni Eropa. Komisi invesitigasi memiliki waktu delapan bulan untuk mengumpulkan bukti dan memutuskan upaya-upaya termasuk memberlakukan tidakan sementara.

Baca juga: Plat Stainless Steel | Mengenal Jenis, Ukuran, dan Fungsinya

Impor hot-rolled stainless steel dari Indonesia tercatat mengalami peningkatan sejak pertengahan 2018 lalu. Produk ini meningkat hingga 25% dari total impor ke Uni Eropa di kuartal pertama tahun 2019. Volume hot-rolled stainless steel Indonesia yang tiba ke Uni Eropa telah meningkat menjadi sekitar 8% dari total impor, meski untuk material cold rolled memang terbatas. Angka 8% ini yang membuat Indonesia terancam dikenai upaya perlindungan industri oleh Uni Eropa, mengingat angka ini telah melampaui ambang batas 3% yang diberlakukan oleh WTO. Upaya perlindungan industri oleh Uni Eropa ini diharapkan dapat mengurangi jumlah impor yang masuk ke negara-negara tersebut. Jika perubahan-perubahan tersebut disetujui oleh negara-negara anggota Uni Eropa, maka upraya perlindungan ini akan diberlakukan per 1 Oktober 2019.

Selain 59 produk baja Indonesia, ketentuan ini juga mengancam impor biodiesel bersubsidi dari Indonesia yang telah dikenakan bea balik setara 8 hingga 18%. Selain itu, biji nikel Indonesia juga akan dibatasi di Uni Eropa. Wah, kok banyak yaaa.

Gimana nih menurut Perkasa Partner?

Bagikan sekarang