Cegah Bangkrut, Utang Krakatau Steel Direkstrukturisasi
Usaha Silmy Karim untuk merestrukturisasi utang Krakatau Steel nampak membuahkan hasil. Perusahaan BUMN ini akhirnya mendapatkan persetujuan dari para kreditornya untuk merestrukturisasi pinjaman sebesar $USD 2 milyar atau setara 27 triliun rupiah. Kebijakan yang diambil, di antara perubahan-perubahan lain, adalah penjadwalan ulang pembayaran ke tahun 2027 untuk membangun kembali Krakatau Steel yang sempat terjegal utang menahun.
Restrukturisasi utang Krakatau Steel ini nantinya akan memangkas pembayaran bunga dari $USD 847 juta menjadi $USD 466 juta dan memangkas biaya sekitar $USD 685 hingga 2027. Perjanjian restrukturisasi utang dengan 10 bank lokal dan bank asing ini telah ditandatangani secara bertahap mulai 30 September 2019 hingga 12 Januari 2020 mendatang. Hal ini tentunya diharapkan dapat menyelamatkan Krakatau Steel dari kebangkrutan. Langkah ini juga dipandang oleh Silmy Karim sebagai keberhasilannya dalam memenuhi salah satu indikator kinerja utama dari Menteri BUMN, yaitu meningkatkan keuangan Krakatau Steel dalam 100 hari pertamanya di kantor.
Kreditor yang bekerja sama dengan perusahaan baja terbesar di Indonesia ini diantaranya adalah Bank Mandiri dengan total pinjaman terbesar sebanyak $USD 618,29 juta. Setelahnya Bank Negara Indonesia (BNI) dengan $USD 452,92 juta, Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan 337,39 juta, CIMB Niaga sebesar $USD 238,34 juta, Bank OCBC NISP dengan $USD 138,66 juta, Bank Exim (LPEI) sebesar $USD 79,83 juta, Bank Central Asia (BCA) sebesar $USD 48,69 juta, Bank DBS Indonesia dengan $USD 48,62 juta, ICBC Indonesia sebanyak $USD 44,27 juta, dan Standard Chartered Bank dengan pinjaman $USD 25,62 juta.
Baca Juga: Silmy Karim Getol Menekan Kerugian Krakatau Steel
Erick Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menyatakan bahwa langkah ini merupakan restruktusasi utang negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Meski begitu, Erick Thohir mengingatkan bahwa langkah ini memang membantu Krakatau Steel dalam menangani liabilitasnya, namun tidak menyelesaikan masalah lama perusahaan ini.
“Saya tidak ingin hal ini hanya dilabeli sebagai restrukturisasi pinjaman terbesar dalam sejarah Indonesia. Tapi apa selanjutnya?,” kata Erick Thohir dikutip dari Jakarta Post. “Setelah restrukturisasi, kegiatan operasional harus tepat, jangan biarkan ada masalah di kemudian hari,” tambahnya.
Tentu Silmy Karim tak tinggal diam. Silmy Karim mengatakan akan memeriksa anak-anak perusahaan Krakatau Steel untuk menentukan tingkat keuntungan mereka. Ia juga meyakinkan bahwa hal itu akan mengoptimalkan operasional dan fokus pada usaha bisnis terkait baja kedepannya. Salah satu strateginya adalah mentransfer 2.000 karyawan Krakatau Steel ke anak perusahaannya agar perusahaan induk lebih efisien dan produktif.
Hingga kuartal ketiga tahun 2019, kerugian Krakatau Steel meningkat 572% year-on-year menjadi sekitar $USD 212 juta dari sekitar $USD 37 juta pada periode yang sama di tahun 2018. Pendapatan perusahaan pun selama sembilan bulan pertama di tahun 2019 juga merosot 17,5% year-on-year menjadi hanya sekitar $USD 1,05 milyar.
Sejalan dengan itu, bagai sudah jatuh tertimpa tangga, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan impor besi dan baja di Indonesia meningkat 6,7% menjadi 6,3 juta ton di tahun 2018. Di tahun tersebut, besi baja merupakan produk impor terbesar ketiga dengan nilai impor $USD 10,25 milyar atau setara dengan 6,45% dari total impor negara. Pada periode Januari hingga September 2019, impor besi baja mencapai 5 juta ton dan diperkirakan mencapai 6,7 juta ton untuk setahun penuh 2019. Hal ini menandakan kenaikan sebanyak 7,5% dibanding tahun 2018 dan memakan biaya sebesar $USD 7,63 milyar.
Nah, bagaimana? Silmy Karim pasti cukup kebingungan dalam menangani permasalahan utang Krakatau Steel yang menahun ini ya. Kalau Perkasa Partner bingung nggak nih kalau mau beli besi baja? Eits, nggak perlu bingung lagi. Jangan ragu hubungi Distributor Besi Surabaya paling terpercaya, SMS Perkasa!